Mengembagkan pendidikan karakter itu ibarat
mencari kucing hitam
dalam kamar yang gelap, begitulah ujar seorang guru.
Memulai tahun ajaran baru, banyak sekolah yang mempromosikan
program pendidikan karakter. Bahkan, tahun ini pun pemerintah juga
menggemakan pentingnya pendidikan karakter. Namun semakin banyak
dibicarakan, semakin tidak jelas halnya.
Akhirnya seperti kata guru tadi, kita berhadapan dengan
kucing hitam dalam
kamar yang gelap. Diskursus terbuka wacana pendidikan karakter
memang menarik dibicarakan.
Hal sepenting pendididkan karakter yang menyangkut pertumbuhan
individu dan warga negara pada maa kini dan mendatang tidak mungkin
hanya dibicarakan oleh sekelompok elite pengambil keputusan.
Diskursus terbuka mesti menjadi hal yang wajar karena pendidikan
adalah tanggung jawab semua.
Gambaran kucing hitam sebenarnya menunjuk pada berbagai macam
tema terbuka yang mestidipertmbangkan secara serius oleh setiap
pendidik dan para pengambil keputusan sebelum mereka mengembangkam
pendidikan karakter. Meslipun pendidikan karakter dirasakan
kemendesakannya, baik itu berkaiatan dengan pengembangan
pembentukan diri individu secara utuh
maupun dampak pendidikan karakter bagi kelangsungan
sebuah masyarakat,pendidikan karakter merupakan sebuah
konsep yang tidak jelas dengan sendirinya (self-evident).
Klaim pemahaman tentang pendidikan karakter bisa melibatkan
berbagai macam kepentingan, seperti kepentingan politis, sosial,
budaya, agama,psikologi, pendidikan, dan psikis.
Pendidikan karakter yang berkaitan dengan kebaikan
dan kesejahteraa individu dan masyarakat mau tidak mau
mesti melibatkan banyak pihak.
Perbedaan kepentingan ini bisa melahirkan konflik satu sama lain
dalam rangka pendidikan karakter.
Namun meskipun setiap pihak memiliki perbedaan kepentingan
dalam pengembangan pendidikan karakter, ada dua hal yang
sama-sama menjadi tantangan bagi seriap kalim yang mereka ajukan.
Pertama, fokus bagi pendidikan karakter. Kedua metodologi.
Ketiga, evaluasi. Tiga fokus, Ada tiga fokus pendidikan karakter
yang selama ini mendominasi wacana.
Pertama pendidikan karaktermemusatkan diri pada
pengajaran(teaching values).
Kedua pendididkan karakter yang memusatkan pada
klarifikasi nilai(value clarification)
dan yang terakhir, pendidikan karakter yang mempergunakan
pendekatan pertumbuhan moral Kohlberg (character development).
Pendidikan karakter yang berpusat pada pengajaran
mengutamakan nilai-nilai tertentu yang harus dipelajari serta
sekumpulan kualitas keutamaan moral,
seperti kejujuran, keberanian, dan kemurahan hati agar diketahui
dan dipahami oleh siswa. Klarifikasi nilai lebih mengutamakan
proses penalaran moral serta pemilihan nilai yang mesti dimiliki siswa.
Sedangkan fokus pada pertumbuhan karakter moral mengutmakan
perilaku yang merefleksikan penerimaan nilai serta menekankan
unsur motivasi, serta aspek-aspek kepribadaian yang relatif
stabil yang mengarahkan tindakan individu.
Fokus pertama mengutamakan pengetahuan dan pengertian (intelektual),
fokus kedua mengutamakan perilaku (conduct), tetapi tetap saj mereka
memberikan prioritas pada pemahaman, serta proses pembentukan
dan pemilihan nilai. Sedangakn fokus ketiga mengutamakan pertumbuhan
motivasi internal dalam membentuk nilai selaras dengan tahap-tahap
perkembangan moral individu.
Hiruk pikuk debat tentang pendidikan karakter terutamaberkaitan
dengan metodologi atau pendekatan. Pendekatan pendidikan karakter
dengan cara memberikan pelajaran khusus, seperti pada masa Orde Baru
melalui pelajaran wajib pendidikan pancasila, dikhawatirkan akan
menjerumuskan pendidikan karakter pada indoktrinasi yang mematikkan
nalar dan daya kritis siswa.
Pendekatan pendidikan karakter bisa dilakukan melalaui
berbagai macam cara, seperti melalui pekajaran khusus,
integrasi pendidikan pada setiap mata pelajaran,
atau pendekatan integral yang mempergunakan ruang-ruang pendidikan
yang tersedia dalam keseliruhan dinamika pendidikan di sekolah.
Apapun metofologi yang dipilih, setiap paendekatan pendidikan karakter
akan memiliki konsekuensi berkaitan kesiapan tenaga guru,
prioritas nilai, kesamaan visi antara anggota komuniitas sekolah tentang
pendidikan karakter, struktur dan sistem pembelajaran,
kebijakan sekolah, dan lain-lain.
Evaluasi
Yang paling membingungkan ketika berbicara tentang pendidikan karakter
adalah persoalan tentang evaluasi, yaitu tentang cara dan tujuan evaluasi.
Pendidikan karakter yang seringkali dianggap sebagai bidang yang sulit diukur,
dinilai dan dievaluasi. Membuat mata pelajaran tentang pendidikan karakter
dan dengan demikian, mengenai pengetahuansiswa
tentangnya melalui
tes tertulis akan lebih mudah dibandingkan dengan
melihat perilaku siswa.
Ada persoalan serius berkaitan dengan cara-cara penilaian
dalam pendidikan karakter.
Masalah evaluasi yang sering dikaitakan dengan tujuan
pendidikan karakter.
Apakah evaluasi mesti dikaitkan dengan kenaikan kelas atau kelulusan,
seperti yang selama ini dianjurka pemerintah, diamana
penilaian budi pekerti, perilaku, sikap, bisa menjadi alasan
untuk tidak menaikkan atau meluluskan siswa?
Faktanya, penilaian yang sumir seperti ini seringkali hanya sekadar
menjadi semacam kertas. Asal anak lulus ujian nasional,
persoalan budi pekerti, moral, perilaku siswa tampaknya
masih bisa diabaikan.
Pendidikan karakter tidak perlu dipahami seprti kucing hitam jika kita
mampu memetakan persoalan serta barani nertindak untuk menjawab
tantangan bagi pengembangn pendidikan karakter. Indoktrinasi bisa jadi
menjadi salah satu tantangan. Namun relativisme moral serta reduksi
pendidikan karakter padahal yang sifatnya rohani, spiritual, atau sekadar
pada tatakrama dan sopan santun, serta ketidak seriusan pelaksanaan
akibat sulit memahami an menilai pendidikan karakter kiranya menjadi
tantangan bagi tiap pendidik dan pengambil keputusan.
Pendekatan yang lebih utuh dan menyeluruh dalam pendidikan karakter
kiranya diperlukan. Adanya perbedaan pendapat tentang
pendidikan karakter adalah hal yang sehat. Namun pemaksaan politis,
maupun dari pihak sekolah tentangnya tanpa memberikan
ruang bagi dialog, debat, diskusi kritik yang terbuka,
kiranya bukan awal pendidikan karakter yang baik.
Pendidikankarakter mestinya menjadi kotak hitan pendidikan,
dimana setiap gerak, kegiatan, pemikiran, diskusi,
praksia yang terjadi di sekolah dapat
ditelusuri kembali, direnungkan, dievaluasi, sehingga jalan-jalan
perbaikan itu terbuka.
Selalu terbuka pada perbaikan inilah sala satu sikap yang mesti
dimiliki jika kita ingin mengembangkan pendidikan karakter yang
berkesinambungan.
DONI KOESOEMA .A
Alumnus Boston College Lynch School of Education,
Boston, Amerika Serikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar